Selasa, 20 November 2007

Niniwe



Niniwe
by Soejono Wijaya



Nats : Yunus 1-4

Siapa yang tidak bosan mendengar cerita nabi Yunus dan Niniwe. Dari jaman sekolah minggu sampai kotbah-kotbah di gereja sering sekali cerita ini terdengar. Tapi kali ini kita mau melihat sisi cerita mengenai Yunus dan Niniwe dari sisi yang sedikit berbeda, yaitu dari sisi kita sebagai eklesia, sebagai gereja.

Niniwe yang dulu adalah sebuah kota yang berpenduduk seratus dua puluh ribu orang yang saat itu adalah sebuah kota yang penuh kejahatan dimata Tuhan, sehingga Tuhan mengirim Yunus untuk memperingati kota tersebut.
Niniwe sekarang adalah sebuah kota di dekat kota Mosul, di Irak Utara. Dan adalah sebuah kota yang dicekam ketakutan akan terjadinya perang teluk kedua setelah presiden Amerika serikat Goerge W. Bush mengeluarkan ultimatum untuk menyerang Irak. Kurang lebih ada sekitar 1 juta orang kristen di Irak saat atau sekitar 5% dari populasi penduduk Irak. Merekalah yang saat ini dirundung kecemasan mengenai perang. Ini realita yang ada saat ini. Tentang Niniwe (Nineveh) bisa di lihat di atlastours disini.

Coba perhatikan keluh kesah Yunus saat ia ada didalam perut ikan : " Ketika jiwaku letih lesu di dalam didalam aku, teringatlah aku kepada Tuhan, dan sampailah doaku kepadaMu, kedalam baitMu yang kudus. Mereka yang berpegang teguh pada berhala kesia-siaan, mereka yang meninggalkan Dia, yang mengasihi mereka dengan setia. Tetapi aku, dengan ucapan syukur akan kupersembahkan korban kepadaMu; apa yang kunazarkan akan kubayar. Keselamatan adalah dari Tuhan!" (Yun 2:7-9).

Kalau doa Yunus boleh diterjemahkan dalam bahasa gereja saat ini, mungkin bunyinya kurang lebih demikian : "Aku ini orang yang rohani, aku ikut persekutuan, aku sibuk dalam segala pelayanan. Mereka yang lain kan salah mereka sendiri menyembah berhala. Yang penting kan aku sudah melakukan semua kebaikan yang Tuhan inginkan."

Mungkin kita ketawa sinis mengenai doa ini, tetapi sungguh kah gereja sekarang sudah demikian atau bagaimana ? Apakah sungguh kacamata gereja2 besar di Indonesia saat ini adalah hanya kedalam diri mereka sendiri atau tidak ? Tapi maaf kami sudah terlalu sibuk mengurus kejemaatan, bagaimana mungkin kita bisa mengurusi hal yang lain lagi.

Ada satu kejadian yang sering sekali orang lupakan dalam cerita Yunus yaitu mengenai para awak kapal yang ketakutan saat Tuhan menurunkan angin ribut yang hampir menenggelamkan kapal yang ditumpangi Yunus. Saat itu mereka berdoa kepada allah mereka masing2. Mereka berkata kepada Yunus yang tertidur "Bangunlah, berserulah kepada Allahmu, barangkali Allah itu akan mengindahkan kita, sehingga kita tidak akan binasa". Saat mereka melihat kebesaran Allah menghentikan angin ribut tersebut, mereka menjadi sangat takut kepada TUHAN, lalu mempersembahkan korban sembelihan bagi Tuhan (Yun 1:1-17). Yunus mungkin tidak pernah tahu mengenai hal tersebut, karena dia sudah keburu dibuang kelaut. Dia tidak pernah tahu bahwa orang2 yang sebelumnya tidak mengenal Tuhan, yang masing2 memiliki dan berseru kepada allahnya masing2 pada akhirnya sujud kepada TUHAN. Tapi inilah inti kesemua dari cerita Yunus, ialah gereja secara eklesia yang sungguh2 dipanggil untuk keluar, dipanggil untuk orang2 yang pada dasarnya butuh TUHAN dalam hidup mereka. Gereja sesungguhnya bukanlah gedung mewah, bukanlah kesibukan mengurus ribuan jemaat yang berkumpul dan berseru2 didalam sebuah gedung, bukan segala keajaiban dan mujizat yang hanya ada didalam gereja, bukan juga selebaran atau pamflet yang bertuliskan "untuk kalangan sendiri".

Masalahnya tidak sedikit anak2 Tuhan yang cegeng, sibuk mengurusi kebutuhan rohaninya sendiri, KKR-KKR yang penuh hanya dengan anggota2 jemaat atau orang2 yang sama setiap kali diadakan. Saat hamba2 Tuhan besar dari luarnegeri yang datang untuk seminar atau KKR, maka yang sibuk berebutan undangan atau tiket adalah orang2 yang sama. Lalu kapan Niniwe dapat kesempatan ?

Gereja yang sesungguhnya dimulai dari diri kita sendiri secara individu. Yang mau melihat keluar. Yang mau peduli secara langsung ada yang ada disekeliling kita, entah kita berkarya di keluarga, di tempat kerja, di sekolah, di politik, di jalanan atau di gedung atau organisasi yang bernama gereja.

Saat kita sibuk mengurusi segala kegiatan rohani kita, mungkin kita juga harus mengambil waktu untuk niniwe disekitar kita. Mungkin orang tua kita, mungkin sahabat dekat kita, mungkin pembantu rumah tangga kita, mungkin boss kita, mungkin juga sekedar orang yang kita temui dijalan. Biarkan mereka melihat kita dan tindakan kita sehari2 sehingga mereka dapat berkata : "aku mau apa yang aku lihat ada dimatamu". Saatnya membagikan berita keselamatan yang sering kita genggam erat2 tanpa orang lain melihatnya.

Saya Kelaparan,
dan Anda membentuk kelompok diskusi untuk membicarakan kelaparan saya.

Saya Terpenjara,
dan Anda menyelinap ke kapel Anda untuk berdoa bagi kebebasan saya.

Saya Telanjang,
dan Anda mempertanyakan dalam hati kelayakan penampilan saya

Saya sakit,
dan Anda berlutut dan menaikan syukur kepada Allah atas kesehatan Anda.

Saya tidak punya tempat berteduh,
dan Anda berkotbah kepada saya tentang kasih Allah sebagai tempat berteduh spiritual.

Saya Kesepian,
dan Anda meninggalkan saya sendirian untuk berdoa bagi saya.

Anda kelihatan begitu suci, begitu dekat kepada Allah,
Tapi saya tetap amat lapar - dan kesepian - dan kedinginan.

(Disadur dari Buku Isu-Isu Global, John Stott)




Tidak ada komentar: